Puisi Lukman Asya
Upacara:Para
Puisi
Juga para puisi berupacara
seperti awan-awan itu berbaris mengandungi hujan
menghormati angin dan cakrawala
seperti awan-awan itu berbaris mengandungi hujan
menghormati angin dan cakrawala
para puisi menghormati siapa
merayakan apa
berbaris menghadapi berbagai arah dipenuhi ingatan dan perasaan
berbaris menghadapi berbagai arah dipenuhi ingatan dan perasaan
dan kata-kata penuh pesan atau
nonsens
seperti pucuk-pucuk pohon itu yang penuh kembang yang penuh keindahan
seperti pucuk-pucuk pohon itu yang penuh kembang yang penuh keindahan
merayakan kebebasan sambil
menghirup chlorofil-chlorofil
yang disediakan semesta.
yang disediakan semesta.
Begitulah para puisi seperti
manusia juga yang terpesona
mendengar kulik elang atau hembus angin atau hujan
mendengar kulik elang atau hembus angin atau hujan
dalam jiwanya bersedekap segala
rasa segala ketakjuban
pada keanehan dan keajaiban yang tak terduga-duga
pada keanehan dan keajaiban yang tak terduga-duga
mengandungi berkah doa-doa dari
dupa atau kemenyan
atau dari sesaji bumi yang lain seperti kecemasan dan ketakutan
atau dari sesaji bumi yang lain seperti kecemasan dan ketakutan
dan lagu-lagu parodi untuk
sebuah kekuasaan
yang tak semestinya mengajarkan hipokrasi.
yang tak semestinya mengajarkan hipokrasi.
Ada tangan-tangan pada puisi,
juga hidung dan telinga
dan mata yang terpasang tanpa ragu menangkap segala senandung
dan mata yang terpasang tanpa ragu menangkap segala senandung
menyaksikan sahadat awan-awan
yang disisir angin
dalam upacara khusuk menjalani sebuah pementasan
dalam upacara khusuk menjalani sebuah pementasan
pada ini dunia, pada ini ibu
bumi yang bersedih hati mengapa
pesan-pesan tak pernah merdeka
pesan-pesan tak pernah merdeka
seperti ada kelelawar para
walet dan burung-burung
yang mulai merasuki pikiran kata-kata
yang mulai merasuki pikiran kata-kata
menjadi puisi juga yang terbuka
pada segala
kemungkinan gelap atau cahaya
kemungkinan gelap atau cahaya
Puisi Lukman Asya
Lima
Rangkai Puisi tentang Abdan
-
mata
Angin yang besar membawa
awan-awan
entah mau dibawa ke mana atau
mau dikumpulkan di pojok mana
pucuk-pucuk daun dan bunga
randu melambai-lambai
dibelai angin dengan penuh
perasaan ibu
langit yang luas berairmata
juga atau dengan kata lain hujan
ya hujan menggenang di
sudut-sudut matanya yang lebar
menangisi kegembiraan dan rasa kesakitan.
Begitulah mata Abdan memandang
mungkin penuh sangka
mungkin penuh tanda tanya.
Berarti segala keheranan melandanya
terbata-bata membaca isi dunia
tapi mungkin gagal menerka sebenarnya
-
telinga
Kira-kira yang tertangkap
selain deru itu apa
yang membuat Abdan terperanjat
dengan mata terbelalak
mungkin suara bentak ibunya,
atau canda suara si bocah Sabik
boleh jadi ada suara yang
membimbingnya
semacam bisikan malaikat atau
tuhan yang mahaperencana
tengah menghitung-hitung
kemungkinan takdir di kalbu Abdan yang teduh
sepasang telinga Abdan yang
damai mendengar apa saja
juga alam yang rusak dan
tangan-tangan yang sibuk mengukir
waktu dan keculasan.Telinga
yang mendengar segala rasa
segala sesuatunya terbawa kelak
seperti adzan
yang diperdengarkan si bibik
saat lahir mengucap tabik
-
mulut
Mulut Abdan membawa gambar
senyum dan gambar tangis
dua bibirnya yang merah seperti
kuas dan elak-elakkannya
adalah perasaan. Tahukah
Abdan,hanya senyum dan tangis
bahasa ia meminta pada ibunya,
juga ketika ada burung terbang
ingin ia menangkapnya tapi tak
kausa ia kelojotan
bergerak-gerak badan dan
jiwanya
Mulut Abdan yang pandai bilang
oak,mengerut melebar
begitu megah seperti sebuah
istana yang tak akan lagi
terjamah kita—para kaum dewasa
Dalam kantuknya,mulut Abdan
mengatup menyimpan suara
suara yang kelak akan
diledakkannya
sebagai bukti atau bakti
kecintaannya membiarkan badannya
lindap selindap kehidupan nanti
-
hidung
Dua lubang hidung Abdan
tidaklah menghadap ke atas langit
semacam tempayan penampung air
ketika hujan
hidung Abdan biasa-biasa saja,
tidak pesek tidak mancung
hidung Abdan menciumi segala
harum, harum sorga
dan bau tubuh ibu-bapaknya dan
lain-lain
juga mungkin menciumi bau dunia
yang akan meledak
atau bau matahari dalam duka-duka
badai dalam prediksi
Aku tak tahu segala bau-bauan
yang diambung Abdan
mungkin juga Abdan menciumi bau
hari depan
seperti yang termaktub dalam
kitab luhmahfuz itu
Seyakin-yakinnya Abdan membawa
harum cahaya kesturi
harum kesucian yang muasal dalam
nadirnya
yang belum terjamah atau
dibentuk tangan ibu-bapaknya
yang acapkali nista atau
dihinakan kesepian bunga-bunga
-
kemaluan
Ujug-ujug basah celana Abdan,
ujug-ujug hujan di kasur Abdan
begitulah kemaluan Abdan
bekerja. Kadang seperti ngaceng
ingin menusuk para perawan.
Tapi nanti saja
jika Abdan dewasa, jika Abdan
benar-benar bisa kerja
bikinlah Abdan-Abdan kecil atau
Siti-Siti kecil yang imut
berkah pedang Abdan yang kuasa
atas segala hujan
dan bersandar pada kepayang
Ujug-ujug Abdan merengek minta
digantikan celananya
yang basah, biar menjadi
sejarah
ibunya terus mencuci dan Abdan
tetaplah suci
Ujug-ujug hujan di luar
membesar. kemaluan langit
menyaingi Abdan. Abdan tertawa
menantang dunia
kemaluannya ngaceng menantang
para perawan mungil
yang lewat. Abdan menjadi
kodratnya kaum lelaki
20 Maret 2012
Lukman Asya
Hujan
Apakah hujan juga akan
melahirkan generasi-generasi lemah
yang bagai kecambah di tanah
titisan langit yang angkuh
ujug-ujug hujan terus membesar
ada yang tumbuh serupa barah
menggenang dan kemudian
membusuk
seperti jasad si laki-laki yang
bunuh diri itu
siapa bapaknya? apakah
matahari?
mengapa ia tak mewariskan
kekuatan?
ya barangkali pilihansejak
persalinan
ia telah dititistuliskan
Apakah hujan juga akan
mewariskan generasi-generasi lemah
pohon-pohon yang disangka kuat
merindang itu pun
nyatanya tumbang diterjang
kenyataan
nenek moyangku tak mewariskan
secuil tanah, kecuali tanda tangan
aku bagian dari kelemahan yang
diperlakukan cuaca
tak kuasa dibanting-banting
kekuasaan
senantiasa digonjang-ganjing
bagai sebiji gabah dalam karung goni
ditampar kebijakan dan
harga-harga. Seekor ayam pun menghina diriku
ia mencari pakan di mana saja,
aku kepikiran jadi pencuri bank-bank negeri
siapakah bapakku? bapakku
adalah si jasad yang terbujur kaku di jalanan
ibuku penguasa kolong jembatan
casabalanca
Apakah hujan juga akan
mewariskan generasi-generasi lemah
membiarkan tanah ditanami
batu-batu, dihidupkan sunyi-sepi
lalu menggenang dan yang
terkenang betapa ini segala jadi tak punya harga
Mengapa langit senantiasa
membiarkan keangkuhan di sisi lain
mengurung niat baik bagi si
yang ingin maju
betapa sentimentalia ini nyawa
bagai si nenek tua menjelang uzur tiba
seperti hujan juga adalah
kelemahan yang ujug-ujug saat keberangkatan
ke ingin memuncak bersama raga
ragumu, duhai Sitti kekasihku
2012