Telaah Buku



Resensi Buku
Berdaulat Bersama Bambu
Oleh Lukman Ajis Salendra

Judul Buku          : SERUMPUN BAMBU SEJUTA KARYA
                                  Sebuah Catatan Perjuangan Mengembangkan Budaya Bambu dan Kearifan Lokal
Penulis                  : H.Jatnika Nanggamihardja
Penerbit                : Yayasan Senam Hijaiyah Indonesia (YSHI)
Cetakan 1             : Juli 2012
Tebal                     : xiv + 180 halaman
ISBN                      : 978-602-18699-0-1

Bambu sering dianggap tanaman yang tumbuh liar. Tapi di tangan Jatnika Nanggamihardja (JN), bambu menjadi barang yang bernilai tinggi dan manfaatnya sangat dirasakan masyarakat banyak. Bambu mencerminkan budaya bangsa, menginspirasi masyarakat untuk kreatif. “Serumpun bambu sejuta makna, serumpun bambu sejuta manfaat, serumpun bambu sejuta karya, serumpun bambu sejuta pesona, serumpun bambu memukau dunia,” demikian semboyan yang dipakai JN dalam rangka menumbuhkan semangat untuk melestarikan budaya bambu.

Menurut JN, penulis buku ini, bahwa bambu sebagai “senjata” tak bisa dilepaskan dari konteks sejarah kemerdekaan Indonesia. Bambu runcing adalah senjata para pejuang bangsa di waktu lampau guna mengukuhkan kemerdekaan Indonesia. Berdirilah  monumen Bambu Runcing di jantung kota Surabaya yang konteksnya hari Pahlawan, 10 November, sebagai penanda perjuangan rakyat Indonesia yang tak pantang menyerah mengusir penjajahan, sekalipun dengan senjata sepotong bambu yang diruncingkan.

Dalam suatu kesempatan, JN pun menjelaskan bahwa bagi masyarakat Indonesia penting menghayati peran bambu bagi kehidupan bernegara dan bermasyarakat, baik secara budaya maupun ekonomi. “Dahulu bambu turut berjuang melawan penjajahan. Jangan sampai sekarang bambu dilupakan. Saatnya kita menjadikan bambu sebagai ketahanan lokal yang memiliki kekuatan untuk membebaskan masyarakat dari belenggu kemiskinan dan pengangguran,” kata Jatnika yang juga Ketua Harian Yayasan Bambu Indonesia menegaskan.

Saat Gpriority mewawancarai JN baru-baru ini di tempat kreatifnya di Desa Sukahati, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, ada nampak pada tatapan mata JN, sang “pejuang” bambu, menyorotkan semangat yang tak redup-redam memperjuangkan hak hidup bambu. Ada semacam ia mengajak masyarakat Indonesia untuk mengarifi lokal dengan memaknai pentingnya tanaman bambu bagi kelangsungan hidup manusia.

Dalam pada itu, kehadiran buku “Serumpun Bambu Sejuta Karya, Sebuah Catatan Perjuangan Mengembangkan Budaya Bambu dan Kearifan Lokal” yang diluncurkan dalam rangka memperingati World Days Bamboo yang jatuh pada tanggal 18 September, paling tidak menengarai ihwal  spirit dan kesadaran masyarakat terhadap bambu dimana bambu kian mendesak untuk dilestarikan dengan tentu saja didukung oleh arah kebijakan pemerintah.

Buku ini memberikan penjelasan bagaimana upaya meningkatkan pemberdayaan komunitas usaha melalui  pemanfaatan dan pelestarian bambu dalam persepektif seorang penulis yang juga seorang pelaku di bidang perbambuan. Dengan gaya ekspresi penulisannya yang mencerminkan suasana hati si penulis, dipaparkan dalam buku ini bagaimana langkah-langkah membudidayakan bambu, mulai dari  penebangan, pengawetan sampai penjelasan kunci-kunci sukses usaha kerajinan bambu.

Bambu seperti pahlawan kita di zaman dulu yang namanya tinggi menjulang ke angkasa, tetapi akarnya menancap dalam ke bumi. Ini yang membuat bambu kokoh karena mampu menciptakan keseimbangan antara tinggi dan dalam (hal.42).

Secara sosial budaya, masyarakat perdesaan khusunya sangat dekat dengan bambu dimana bambu dibutuhkan untuk berbagai kebutuhan mulai lahir (untuk memotong pusar bayi dan sunatan) sampai meninggal (kremasi jenazah).  Untuk kehidupan sehari-hari sejak “bayi” sampai “tua”, bambu dapat dimanfaatkan menjadi bahan makanan (rebung), obat, pembungkus makanan (daun), makanan ternak (pucuk muda), sapu lidi, kerajinan untuk kebutuhan rumah tangga, cinderamata dan, industri (pulp dan kertas), konstruksi (jembatan, bangunan rumah, tiang, sekat,  dinding, atap dan penyangga), bahan bakar dan hiasan feng sui (keberuntungan) di rumah bagi orang yang memercayainya serta kelengkapan ritual lainnya seperti bambu dempet atau bambu bercabang yang dianggap bertuah.
Sejatinya kehidupan JN,  pria kelahiran Cikidang, Sukabumi, 2 Oktober 1956 ini tak terpisahkan dari tanaman bambu. Ia telah membangun lebih dari 3.700 rumah bambu di dalam dan luar negeri. Ia sisihkan keuntungan bisnisnya untuk penghijauan tebing sungai.  “Kalau mau menyelamatkan tanah air dan udara tanamlah bambu,” kata si Pendekar Penghijauan, berkampanye.
Sekali lagi, melalui buku ini, JN mengajak kita: Mari berdaulat bersama bambu!

###

   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Siapa pun boleh mengomentari karya-karya saya. Terima kasih.