Edukasi



Nasehat Profesor Pendidikan
Oleh Lukman Ajis Salendra

Jauh-jauh hari, H.A.R.Tilaar, Profesor di bidang pendidikan, dalam buku “Industri Budaya Budaya Industri, “ kumpulan kertas kerja Kongres Kebudayaan Indonesia 2008, pernah menyatakan terkait pendidikan sebagai institusi sosial, memerlukan kajian secara menejerial.

Dalam pada itu, Tilaar menyoroti lima hal yang sejatinya penting dan mendesak, sebagai nasehat bagi para pemangku kepentingan di dunia pendidikan untuk merenungi dan mengimplementasikannya.

Pertama, mengenai organisasi lembaga pendidikan harus mempunyai langkah-langkah, program yang akan dilaksanakan, tujuannya jelas dan terarah. Pemeo “ganti menteri ganti kebijakan”  mengesankan ketidakjelasan manajemen dan ketiadaan arah yang jelas, sehingga peserta didik dan masyarakat sendiri menjadi korban, sebatas ajang uji coba kebijakan dengan menghabiskan anggaran yang tidak sedikit.

Kata Tilaar, hasil pendidikan dari lembaga pendidikan yang kurang jelas arahnya berkorelasi pada pemerolehan kualitas yang rendah. Sebagai contoh, kebijakan-kebijakan yang kurang terarah seperti pelaksanaan ujian nasional yang berubah-ubah tujuannya menjadikan  pelaksanaan ujian nasional tersebut menjadi kabur dan ambigu. Apakah sebagai alat untuk pemetaan masalah-masalah pendidikan, atau penentu nasib peserta didik? Di manakah kemandirian dan profesionalitas seorang guru dalam tataran evaluasi atau penilaian?

“Pelaksanaan pendidikan nasional yang demikian hanya membawa lembaga pendidikan kepada pemupukan intelektualisme semata, sehingga tidak menghasilkan manusia-manusia kreatif yang dibutuhkan di dalam masyarakat modern yang maju. Pendidikan tidak menghasilkan manusia manusia kreatif dan inovatif justru menghasilkan penganggur-penganggur yang pada akhirnya menjadi beban masyarakat,” kata Tilaar.

Kedua, masalah pemimpin. Pemimpin di lembaga pendidikan harus bersifat mengayomi dan memberikan contoh.

Ketiga, menyangkut kurikulum. Kurikulum merupakan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Terkait kurikulum tersebut, dikatakan Tilaar di dalam kertas kerjanya “Manajemen Institusi Pendidikan dalam masyarakat Modern, bahwa dewasa ini apabila tujuan  pendidikan hanya untuk menghasilkan agar anak-anak kita menang di ajang olimpiade fisika atau matematika, maka lembaga pendidikan tersebut lebih merupakan lembaga-lembaga pelatihan untuk ikut serta bertanding di dalam olimpiade.  Misalnya terjadi pada akhir tahun pelajaran dimana mendekati ujian akhir para siswa mulai dipersiapkan untuk ujian akhir atau untuk mengikuti berbagai jenis olimpiade. Itu artinya, kata Tilaar, kurikulum telah diselewengkan arahnya untuk kepentingan di luar lembaga pendidikan itu sendiri.

Keempat, dalam kongres kebudayaan tahun 2008 itu Tilaar juga menyoroti masalah proses belajar sebagai yang patut dikaji dalam konteks kekinian. Kenyataan yang terjadi, kata Tilaar, dalam proses belajar di sekolah-sekolah ialah terlalu menekankan pada materi yang tersedia dan tidak mengembangkan kemampuan peserta didik untuk mengeksplorasi lingkungannya. Pada tahun-tahun terakhir menghadapi ujian sekolah, lembaga-lembaga pendidikan telah berubah bukan sebagai lembaga pendidikan tetapi sebagai lembaga pelatihan. Para peserta didik dipersiapkan untuk menghadapi ujian sekolah dan ujian akhir nasional dan bukan untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi kehidupan dalam masyarakatnya.

“Pengenalan terhadap lingkungan, pengenalan terhadap budaya telah menjadi hal-hal yang asing dalam lembaga pendidikan kita. Dengan proses belajar demikian tidak dapat kita harapkan akan lahir peserta didik sebagai aktor budaya yang kreatif dan inovatif yang pada akhirnya buta terhadap lingkungan sekitar,” kata Tilaar. Boleh jadi, seperti dikatakan Joseph Stiglitz, lingkungan alam yang kaya raya bahkan malah menjadi kutukan, seperti banjir rob atau tsunami yang datang tiba-tiba.

Kelima, masalah kontrol. Tilaar mengatakan bahwa suatu institusi akan berhasil apabila fungsi-fungsinya berjalan baik termasuk kontrol kepala sekolah, pengawas sekolah komite sekolah dan dewan pendidikan di daerah menjadi penting dalam hal ini. Sebagai contoh, komite sekolah yang seharusnya menjadi wadah masyarakat untuk mengontrol lembaga-lembaga sekolah jangan sampai tidak dijalankan secara benar sehingga kenyataannya, ia hanya menjadi alat kepala sekolah dalam mengumpulkan dana ilegal. ###



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Siapa pun boleh mengomentari karya-karya saya. Terima kasih.