Sajak-sajak Lukman Asya
Memandang Lukisan. I
memandang lukisan-mu
kau pun bangkit dari masa lalu
tapi seperti prajurit yang cedera
kenapa tak kau selesaikan
perjuangan melawan sepi
sajak-sajak adalah peluru
membuat seribu musuh berlutut
kedalaman dari larik-larikmu
telah menggetarkan cinta
kuda-kuda tak berdaya berpacu
dengan panah waktu
kau bangkit dan memandang wajahku
bagai pahlawan yang rindu
sebuah negeri yang sempoyongan
pulau-pulau berdarah, luka-luka kota
menganga, perkampungan terjamah dusta
memandang lukisan-mu
adalah mengenangkan hari depan
di mana ruh air matamu membayang
anak-anak terus mengejar bianglala
ketidakpastian musim dan cuaca
seperti kekuasaan-kekuasaan
antara tangan dan cinta
antara keraguan dan ibu
memandang lukisan-mu
menafsir genjer-genjer berjejer
siap dilagukan kembali
sebagai lagu paling sedih
sungai-sungai yang dalam kelimpahan air
sungguh melarat menghanyutkan
ketenangan dan kejernihan
dari sebuah perahu dengan tiang bendera
yang merana dan hampir kehilangan nama
:memandang lukisan indonesia
nyata kau pun hidup mampus
dirampas sepi
2008, II April
memandang lukisan.2
-v
dadamu yang sentosa dan penuh cahaya
ingin kusentuh berkali-kali
dan kutuliskan sajak hangat cinta
seluruh malam kuterima
tanpa teriakan sepi
justru kau membayang serupa ibu abadi
para bidadari yang tak lekang
oleh waktu dan gerhana
telah kudekatkan nafasku di bibirmu
aku penjarakan senyummu
aku paksa kau takbisa menghindar
dari deru nafsu
di luar tak ada lagi suara menggebu
tanganmu mencengkram sprei sutera
darah yang hangat kukagumi
sepenuh hati berahi.
telah kau berikan, telah kaupasrahkan
segala ketulusan yang perawan
di mana aku mencium
dan merenggut kehormatanmu
sebuah martabat yang agung membayang
penuh mawar cinta yang mengekalkan
degup jantung kita
:v, adalah sebuah nama yang membedakan
waktu lapang dan waktu sempitku
di mana kuhunjamkan tiangku berkali-kali
sampai kau pun pasrah dan tak mengerang lagi
antara prosa dan puisi, jadilah
tumbuhlah benih kehinaan:
kita sebagai manusia
2008, II april
memandang lukisan.3
aku memandangnya
ia memandangku
sungguh hidup masa silam itu
bangkit mengenangku
mengenalkan sisa-sisa
ciumanku didadanya
dan kulihat sebuah cakar
di pipinya:
aku sempoyongan memanggul tubuhmu
kau tertawa seperti dalam perjudian
telah aku rampas martabatmu
atas segala kerelaanmu memberi
dan menerima
mengigau atau rindu
akulah perampok mencincang masa depanmu
tukang palak tak berbelas pati
kau pasrahkan paha dan lehermu
untuk kulukis dengan cinta
sampai naga itu pun menjelma diriku
membelit tubuhmu
kau menggeliat tak tahan hunjaman
bisa menyembur dari sebuah tongkat
mahkotaku
aku memandangnya
ia berpaling dari hidupku
air matanya jadi sungai sejarah
telah aku tinggalkan segala pesona
aku bersamadi di puncak mahapuisi
membayangkannya datang kembali
tanpa tubuhnya
2008, april II
memandang lukisan.4
sebuah lukisan aku turunkan dari dinding masa lalu
sebuah nama, seorang cinta tanpa tangan dan hati
epitaf puisi-puisiku di tubuhnya yang fana
bangkit kembali bagai debu yang ditiup
nafas kerinduan para lelaki singa
debu-debu menudingku
berhamburan menampar wajahku
kenapa engkau abaikan titah dan sabda-ku
kenapa engkau lalaikan kerinduanmu
berabad-abad aku menyusun tumpukan batu
sebagai singgasanamu
dimana kau minta senggama beribu kali
sampai angin meniupkan ruh kematian
dan sampailah engkau
dan sirnalah segala nafsu
sebuah lukisan hari depan aku pasang
aku memandangnya:
taring-taring singa, kuku-kuku singa
membayang
bagai senyummu
dan tubuhku menggigil
sampai tangan dan kakiku berlepasan
melayang-layang di udara
bagai dusta bagai raja yang angkuh
menjelang celaka
2008-04-11
memandang lukisan.5
lampu yang menyala, sajak dan botol bir yang bercahaya
adalah lingkaran yang mengurungmu
menciptakan sebuah tarian rummi
antara kemabukan dan kesuntukan
kau di mana?
mengapa tak kaulukis saja ketakutanku
atau kematianku
aku berulang tahun dalam pesta kafir yang nikmat
kesesatan adalah ketaktersesatan
maka tataplah tubuhku yang telanjang
dan telanjanglah kau
akan aku tantang putingmu
kemaluanku adalah senjata para dewa
dewi syuga, bunuhlah kesepianku
aku bosan memerintah hujan
mengguyur api berahi disebuah negeri
di mana aku pun tak sanggupabadi
akan aku jambak rambutmu
dan akan aku tenggelamkan tubuhmu
di kolam cintaku yang bergolak dan membarakan
kerinduan lelaki singa
lampu yang menyala mulai padam
sajak kian hbungkam
dan botol bir hitam
tubuh kita pun bubaran
2008-04-11
memandang lukisan.6
-ode kepada sapardi yang bercokol dalam puisi
telah kau agungkan, telah kau muliakan
segala hutan dan lautan
membayanglah peri-peri kesunyiaan
sebuah kubur tua dan lagu pengantar jenajah
kau siapkan sebagai ibu yang baik
telah kau hinakan, telah kaunistakan
segala keriuhan dari jakarta sampai timor leste
kau mengabdikan diri pada tangan nabi sunyi
sebuah rumah dan metamorfosisnya kau perlakukan
sebagaimana hal manusia butuh cahaya
:dan engkau mengertap dalam rahasia-Nya
selalu tiba-tiba tak fana-fana
2008-04-11
memandang lukisan.7
-ode kepada GM misalkan dalam asmaradana
kelak kau pun retak bagai sebuah epitaf
meski sajak-sajakmu bikin sunyi jadi abadi
:pada suatu masa datang lagi si kakek itu
dibawa angin dan perahu sebagai legenda
bagai sebuah sejarah yang mengekalkan
kisah cinta-cintanya
2008-04-11
memandang lukisan.8
-munafik ismail
rambutan yang kaulempar-lemparkan itu
sajak-sajak paru-paru dahulu
di musim penuh pura-pura-mu
kau tahu, martabat sebuah kata
adalah nyawa yang tak dapat didiktekan
oleh pemerintah maupun oleh ketakutan
kalimat-kalimat sedih tak sanggup munafik lagi
menggantikan tangan yang terus mengerat
penghianatan.bagaimana kabar hari baik, sob?
apa yang kau bangunkan, sob?
tak ada singgasana bagi sajak yang pura-pura
ikut menderita
:sebuah lukisan akan segera diturunkan
ikut mengantar bapak ke pemakaman kecemasan
2008-04-11
memandang lukisan.9
- doa kepada ibu dan anak
ibu yang takut dan anak yang manja
dalam kalimat arab yang salat
hidup dalam kepalaku
apa yang kupandang sedih hari ini
semogalah menjadi kegembiraan hari esok
ibu bangkit dari ketakutannya
dibawa sang anak ke angkasa
ibu menjadi bulan dan anak cahayanya
sedangkan aku, malam yang bimbang
ingin membabi-buta di tubuh-Nya
2008-04-11
memandang lukisan.I0
-ka
ketakutanku telah kandas
dan aku hampir melupakanmu
tanggal berapa hari lahirmu?
sudah berapa anak kau punya?
apa kau masih dipelihara si tuan?
jangan biarkan anakmu hidup di penangkaran?
biarkania menjadi buaya yang liar
seperti sajak-sajakku dahulu kerap bertandang
di dadamu. tak ada pagar untuk hawa nafsu
tapi ketakutanku telah kandas
aku tak menolak kesepian
cuma kadang-kadang harum rambutmu
menyiksa kepalaku
di saat-saat begini:tak ada lukisan yang kupandang
selain masa lalumu penuh layang-layang
berlepasan,berpapasan denganrinduku di angkasa
2008-04-11
Biodata
Lukman Asya, lahir di Sukabumi 0I November I976. Sajak-sajaknya dimuat di beberapa antologi bersama dan di majalah, koran lokaldan koran nasional. Kini sibuk mengelola radiokomunitas di Pajampangan Sukabumi Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Siapa pun boleh mengomentari karya-karya saya. Terima kasih.